Titik di bawah tanah, tepat di tempat bebatuan berguncang dan menyebabkan
gempa bumi disebut pusat atau hiposentrum. Mungkin, titik ini berada ratusan
kilometer di bawah tanah. Gerakan bebatuan menyebabkan getaran yang
disebut gelombang seismik.
Gelombang seismik bergerak sangat cepat ke segala arah dari pusat
gempa. Gelombang paling kuat terjadi pada titik hiposentrum yang ada di
permukaan bumi yang letaknya tepat di atas pusat gempa (episentrum). Semakin
jauh dari pusat, gelombang seismik akan semakin lemah. Jumlah kerusakan
yang biasa terjadi akibat gelombang seismik tergantung pada banyaknya jenis
bebatuan yang membentuk permukaan bumi.
Batu granit padat dan lapisan tebal batu pasir akan berguncang lebih
pelan daripada tanah berpasir yang sering kita temukan di dekat sungai atau
pantai. Kadang-kadang, pecahnya batuan di sepanjang patahan akan merambatkan
serangkaian gempa kecil yang terjadi sebelum gempa besar. Gempa kecil
itu disebut gempa awal dan menjadi peringatan penduduk untuk mencari tempat
yang aman.
Pada dasarnya, ada tiga macam gelombang gempa,yaitu sebagai
berikut:
- Gelombang longitudinal atau gelombang primer (P), yaitu gelombang yang merambat dari hiposentrum ke segala arah dan tercatat pertama kali oleh seismograf dengan kecepatan antara 7 - 14 km per detik dan periode gelombang 5 - 7 detik.
- Gelombang transversal atau gelombang sekunder (S), yaitu gelombang yang merambat dari hiposentrum ke segala arah dan tercatat sebagai gelombang kedua oleh seismograf dengan kecepatan antara 4 - 7 km per detik dan periode gelombang 11 - 13 detik.
- Gelombang panjang atau gelombang permukaan, yaitu gelombang yang merambat dari episentrum menyebar ke segala arah di permukaan bumi dengan kecepatan antara 3,5 - 3,9 km per detik dan periode gelombang relatif lama.
- Seismograf horizontal, yaitu seismograf yang mencatat gempa bumi dengan arah mendatar. Seismograf tersebut terdiri atas sebuah massa stasioner yang digantung dengan tali panjang pada sebuah tiang yang tinggi. Pada massa stasioner tersebut, dipasang jarum yang ujungnya disentuhkan pada permukaan silinder dan diputar seperti jarum jam. Tiang penopang dipancangkan di tanah. Pada waktu gempa, silinder bersama bumi bergetar, sedangkan masa stasioner tidak terpengaruh oleh getaran ini, sehingga terbentuklah goresan pada silinder.
- Seismograf vertikal, yaitu seismograf yang mencatat gelombang berarah vertikal. Massa stasioner pada seismograf ditahan oleh sebuah tangkai yang dipasang pada sebuah tiang dengan engsel. Tangkai tersebut bersamaan dengan massa stasioner ditahan oleh sebuah pegas untuk mengimbangi gravitasi bumi. Ujung massa stasioner yang berjarum disentuhkan pada silinder yang dipasang vertikal.
Di permukaan, juga ada dua jenis gelombang seismik, yaitu gelombang
rayleigh merupakan gelombang yang bergerak turun naik dan gelombang
love merupakan gelombang yang mendorong bebatuan dari satu sisi ke sisi
yang lain sambil menjalar. Gelombang permukaan lebih lambat dibandingkan
dengan gelombang utama, tetapi kerusakan yang ditimbulkan jauh lebih dahsyat.
Kedahsyatan itu disebabkan lamanya rambatan gelombang ini.
Cara menentukan letak pusat terjadinya gempa di permukaan bumi atau
letak episentrum dapat dilakukan dengan menggunakan metoda homoseista,
yaitu suatu metoda penentuan letak episentrum dengan melakukan pencatatan
waktu datangnya gelombang gempa yang pertama (gelombang primer) pada
waktu yang bersamaan dari minimal tiga tempat yang berbeda. Contohnya
Stasiun pencatat gempa di Kota Bogor, Cianjur dan Sukabumi mencatat
gelombang gempa yang pertama pada pukul 10.30. Hal itu berarti ketiga
tempat tersebut berada pada satu homoseista.
Untuk menentukan episentrumnya, buatlah garis yang menghubungkan
Kota Bogor dengan Cianjur dan garis yang menghubungkan Kota Bogor
dengan Sukabumi pada peta Provinsi Jawa Barat, kemudian buatlah garis
tegak lurus pada titik tengah garis yang menghubungkan kota-kota tersebut.
Titik perpotongan dua garis tegak lurus itulah episentrum gempa.
Pencatatannya dilakukan di beberapa tempat yang berbeda, sehingga
pusat gempa dan episentrumnya bisa diketahui secara tepat. Untuk menentukan
letak suatu episentrum gempa, diperlukan catatan gempa bumi dari minimal
tiga pencatat gempa bumi. Jarak stasion ke episentrum dapat dihitung dengan
menggunakan Hukum Laska berikut:
Δ = Delta, menunjukkan jarak ke episentrum
S = Saat tibanya gelombang S pada seismograf
P = Saat tibanya gelombang P pada seismograf
r = 1 menit; 1 megameter = 1.000 km.
Contoh soal:
Gempa Gunung Tangkubanperahu tercatat pada seismograf stasion di Garut
sebagai berikut:
a. Gelombang longitudinal tercatat pada jam 08 25’ 25"
b. Gelombang transversal tercatat pada jam 08 26’ 40"
Berapa jarak Garut dari episentrum gempa?
Jawab:
Delta = {(08 26’ 40” – 08 25’ 25”) – 1’} × 1.000 km
= ( 01’ 15” – 1’) × 1.000 km
15/60 x 1000 km = 250 km
Jadi jarak dari episentrum ke Garut adalah sekitar 250 km.
Letak hiposentrum (kedalaman gempa) dapat ditentukan dengan mencatat
secara sistematik deviasi waktu datangnya gelombang primer dan gelombang
panjang. Makin besar deviasinya maka makin dalam hiposentrumnya. Daerah
di permukaan bumi yang paling parah menderita goncangan gempa adalah
daerah yang berdekatan dengan episentrum.
Model pengukuran pertama ditemukan oleh seorang Italia bernama Guiseppe
Mercalli tahun 1902. Skala pengukuran yang biasa digunakan adalah Skala
Ritcher yang menggunakan hasil pengukuran seismograf untuk membandingkan
kekuatan dan luasnya gempa yang terjadi.
Seismograf modern menggambarkan gerakan tanah pada kertas yang
ditempelkan pada silinder yang berputar. Hasil yang berupa garis bergelombang
pada grafik membentuk seismogram yang dapat dicetak atau ditempilkan
pada layar komputer. Semakin besar gempa bumi yang terjadi, gerakan tanahnya
juga semakin kuat, dan puncak yang tergambar pada seismogram juga semakin
tinggi. Seismograf dibagi menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.