1. Kota ditinjau dari segi yuridis administratif
Kota ditinjau dari eksistensi wilayahnya yang dibatasi oleh batas-batas yang diatur oleh Undang-Undang, maka kenampakan wilayahnya tidak hanya kenampakan kekotaan saja baik dari segi fisik, ekonomi, sosial dan budaya, namun dibeberapa wilayahnya sangat mungkin terlihat kenampakan kedesaan.
Kasus : untuk dijadikan wilayah penelitian dalam meneliti sifat2 kekotaan perlu kehati2an karena generalisasi akan menghasilkan sifat yang berbeda. Maka tidak pas jika menggunakan batasan kota berdasarkan tinjauan ini sebagai dasar delitimasi wilayah kotanya. Terutama dalam menentukan sampling framework.
Defenisi kota berdasarkan pandnagan yuridis administratif : suatu daerah tertentu dalam wilayah negara dimana keberadaannya diatur oleh Undang-Undang, dibatasi oleh batas-batas administrasi yang jelas yang dan ditetapkan berstatus sebagai kota, berpemerintahan tertetntu dengan segala hak dan kewajibannya.
Melalui tinjauan ini sangat jelas batas dari suatu kota. daerah yang berada diluar batas administrasi kota adalah bukan kota tersebut walaupun memiliki ciri kota atau bukan.
Istilah perkotaan digunakan bagi wilayah kota dengan lingkup batas administrasi.
Istilah kekotaan digunakan bagi daerah diluar batas administratif kota namun memiliki ciri yang sama dengan daerah perkotaan baik secara ekonomi, kultur, sosial, dll.
2. Kota ditinjau dari segi fisik Morfologis
Terlebih dahulu arti dari morfologi hakekatnya adalah suatu ilmu yang memusatkan pembahasannya pada bentuk. Kaitan kata ini dengan suatu objek maka menjadi suatu disiplin ilmu lain seperti : terkait dengan permukaan bumi à istilah geomorphology, terkait dengan studi permukimanà settlement morphology, terkait dengan kajian kota à urban morphology.
Kota secara morfologi adalah kenampakan fisikal kota, bentuk-bentuk maujud, tangible, yang mencerminkan dan ditandai adanya kenampakan internal sesuatu kota (Barlow and Newton, 1971). Terdapat 3 indikator untuk mencermati morfologi kota :
1. Kekhasan penggunaan lahan
2. Kekhasan pola bangunan (tipe-tipe bangunan) dan fungsinya
3. Kekhasan Pola jalan dan sirkulasi
(Smiles, 1981)
Catatan : untuk penelitian biasanya batasan ini digunakan akan lebih efektif, kenampakan desa jelas dengan kota dan mudah untuk membatasi analisis, namun untuk delitimasinya tidak efektif dengan cara langsung pengamatan dilapangan, tapi melalui penggunaan foto udara atau citra. Makin besar skala maka makin jelas kenampakan asli kota di lapangan dengan di media tersebut. Contoh : pengkajian pola, kerapatan jaringan jalan, dll.
Dasar atau elemen yang digunakan dalam interpretasi foto udara untuk analisis morfologi kota adalah diantaranya : pola, struktur, bentuk, bayangan, ukuran, tekstur, rona, situs.
Definisi kota berdasarkan tinjauan morfologi adalah suatu daerah tertentu dengan karakteristik pemanfaatan penggunaan lahan non pertanian, pemanfaatan lahan sebagian besar tertutup oleh bangunan baik bersifat residensial maupun non residensial, kepadatan bangunan khususnya perumahan yang tinggi, pola jaringan jalan yang kompleks, dalam satuan permukiman yang kompak dan relatif lebih besar dari satuan permukiman kedesaan dsiekitarnya.
3. Kota ditinjau dari Jumlah Penduduk
Dalam tinjauan ini kondisi sosial, ekonomi dan kultur penduduknya memungkinkan untuk munculnya fungsi-fungsi kekotaan atas sejumlah aglomerasi penduduk minimal.
Defenisi kota menurut pandangan ini adalah : daerah tertentu dalam wilayah negara yang mempunyai aglomerasi jumlah penduduk minimal yang telah ditentukan dimana penduduk bertempat tinggal pada satuan permukiman yang kompak
Sarat untuk tinjauan ini adalah adanya satuan permukiman yang kompak. Ini juga dikenal dengan istilah urban population threshold yaitu jumlah penduduk minimal yang ditentukan oleh suatu negara untuk mengidentifikasi suatu aglomerasi penduduk sebagai suatu kota.
Batasan ini dapat diterima dinegara barat karena latar belakang sosial ekonomi penduduknya menjadi alasan utama. Namun tidak pas jika digunakan di indonesia.
Berikut ini contoh negara-negara yang menganut batasan penduduk minimal untuk mengidentifikasi apakah suatu konsentrasi penduduk layak disebut kota.
No
|
Nama Kota
|
Batasan Penduduk Minimal
|
1
|
Jepang (1971)
|
30.000
|
2
|
USA
|
2.500
|
3
|
India
|
5.000
|
4
|
Tasmania
|
700
|
5
|
Denmark
|
200
|
6
|
Australi
|
1.000
|
7
|
Indonesia
|
?
|
Sumber : Rose (1963);Milone (1966);Barlow and Newton (1971) dalam Hadi Sabari (2005)
4. Kota ditinjau dari Kepadatan Penduduk
Tinjauan ini mendefenisikan kota adalah suatu daerah dalam wilayah negara yang ditandai oleh sejumlah kepadatan penduduk tertentu, dimana kepadatan penduduk ini tercatat dan teridentifikasi pada satuan permukiman yang kompak.
Hampir sama dengan tinjauan sebelumnya, sulit menentukan delitimasi yang dianggap memenuhi syarat.
5. Kota ditinjau dari Fungsinya Dalam Suatu Wilayah Organik
Penekanan pembahasan keberadaan kota dari tinjauan ini adalah peranannya dalam suatu wilayah yang luas. Wilayah organik disebut juga wilayah fungsional/heterogen/nodal
Defenisi kota berdasarkan fungsinya adalah sebagai pemusatan kegiatan yang beraneka ragam dan sekaligus berfungsi sebagai simpul kegiatan dalam peranannya sebagai kolektor dan distributor barang dan jasa
6. Kota ditinjau dari Segi Sosio-Kultural
Menurut Bintarto (1977) kota adalah sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alamni dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialitis dibandingkan dengan daerah belakangnya.
Amiruddin (1970) salah satu ciri dari kota adalah hubungan sosialnya heterogen.
Istilah : rural =......, rurban=......., urban=...........
Perbedaan ciri-ciri kota dan desa
No
|
Unsur Pembeda
|
Desa
|
Kota
|
1
|
Mata Pencarian
|
Agraris homogen
|
Non agraris heterogen
|
2
|
Ruang kerja
|
Terbuka/lapangan
|
Tertutup
|
3
|
Musim/cuaca
|
Penting/menentukan
|
Tidak penting
|
4
|
Keahlian
|
Umum
|
Spesialisasi dan mengelompok
|
5
|
Jarak rumah dengan tempat kerja
|
Dekat (relatif)
|
Jauh (terpisah) – relatif
|
6
|
Kepadatan penduduk
|
Rendah
|
Tinggi
|
7
|
Kepadatan rumah
|
Rendah
|
Tinggi
|
8
|
Kontak sosial
|
Frekuensi rendah
|
Frekuensi tinggi
|
9
|
Strata sosial
|
Sederhana
|
Kompleks
|
10
|
Kelembagaan
|
terbatas
|
Kompleks
|
11
|
Kontrol sosial
|
Adat/tradisi berperan besar
|
Tradisi tidak berperan besar. UU yg berperan
|
12
|
mobilitas
|
Rendah
|
Tinggi
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.