Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki posisi geografis yang sangat strategis dalam sistem pelayaran internasional. Status ini ditegaskan dalam United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) yang mengakui konsep “archipelagic state” serta memberi hak kepada negara kepulauan untuk menetapkan archipelagic sea lanes sebagai jalur pelayaran internasional (UNCLOS, 1982). Berdasarkan ketentuan tersebut, Indonesia menetapkan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002, yang terdiri dari ALKI I, ALKI II, dan ALKI III beserta cabang-cabangnya (PP 37/2002).
ALKI menjadi jalur strategis yang menghubungkan Samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta menjadi salah satu jalur tersibuk dalam perdagangan global. Menurut Kementerian Perhubungan (2019), ribuan kapal tanker, kapal kontainer, dan kapal kargo melintas setiap tahun melalui ALKI, menjadikan wilayah ini sangat vital bagi arus logistik internasional. Aktivitas ini berpotensi menghadirkan keuntungan besar, termasuk pengembangan jasa kepelabuhanan, bunkering, shipping service, hingga percepatan ekonomi kawasan maritim (Hutagalung, 2017).
Namun demikian, kepadatan di sepanjang jalur ALKI juga membawa risiko serius. Penelitian yang dilakukan oleh Syaiful Hidayat (2019) menunjukkan bahwa penyelundupan, kecelakaan laut, dan pelanggaran wilayah menjadi ancaman nyata pada jalur ALKI II. Selain ancaman keamanan, intensitas pelayaran internasional juga berdampak pada ekologi laut. Laporan Bakamla (2020) mencatat bahwa wilayah yang dilintasi ALKI rawan terhadap tumpahan minyak, pencemaran limbah kapal, serta gangguan pada kawasan ekosistem sensitif.
ALKI juga berperan dalam memengaruhi arah pembangunan nasional. Kawasan Indonesia Timur, terutama yang berada di jalur ALKI III, memiliki peluang besar untuk menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Akan tetapi, hasil kajian Kemenko Maritim (2021) menunjukkan bahwa keterbatasan infrastruktur pelabuhan, minimnya fasilitas deep-sea port, serta lemahnya konektivitas antarpulau menghambat optimalisasi potensi tersebut.
Di sisi lain, perubahan iklim dan kenaikan muka air laut memperburuk kerentanan pesisir di sekitar ALKI. Studi dari LIPI-Oseanografi (2020) menunjukkan bahwa wilayah pesisir yang dekat dengan jalur pelayaran intensif mengalami tekanan lingkungan lebih tinggi dibandingkan wilayah yang tidak bersinggungan dengan ALKI. Kondisi ini menuntut integrasi antara kebijakan keamanan, ekonomi, dan konservasi lingkungan.
Dalam konteks Poros Maritim Dunia, pengelolaan ALKI bukan hanya sekadar persoalan navigasi, tetapi berkaitan langsung dengan kedaulatan, diplomasi, ketahanan maritim, dan keberlanjutan lingkungan. Seperti ditegaskan dalam kajian Litigasi Journal (2018), ALKI adalah “ruang strategis yang menjadi penentu posisi tawar Indonesia dalam geopolitik Indo-Pasifik.” Apabila dikelola dengan tata kelola modern, pengawasan terpadu, dan penegakan hukum yang kuat, ALKI dapat menjadi motor utama pembangunan maritim Indonesia. Namun jika diabaikan, jalur ini justru dapat menjadi salah satu sumber kerentanan terbesar bagi keamanan nasional.
Daftar Sumber (Referensi)
-
UNCLOS (United Nations Convention on the Law of the Sea). (1982). United Nations.
-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan.
-
Hutagalung, S. M. (2017). Penetapan ALKI: Manfaat dan ancaman bagi keamanan pelayaran. Jurnal Asia Pacific Studies.
-
Hidayat, A. S. (2019). Implementasi Strategi Pengendalian ALKI II dalam Mendukung Ketahanan Nasional. Jurnal Ketahanan Nasional, UGM.
-
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. (2019). Statistik Transportasi Laut.
-
Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla). (2020). Laporan Tahunan Keamanan Laut.
-
Kemenko Kemaritiman dan Investasi. (2021). Kajian Pengembangan Infrastruktur Maritim di Kawasan Timur Indonesia.
-
LIPI – Pusat Penelitian Oseanografi. (2020). Pengaruh Aktivitas Pelayaran terhadap Ekosistem Laut Indonesia.
-
“Strategi Pengamanan ALKI-I dalam Penegakan Kedaulatan Laut Indonesia.” Jurnal Litigasi, 2018.
https://portalgeograf.blogspot.com/2019/06/alur-laut-kepulauan-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.