Kota Jakarta, sebagai pusat ekonomi dan pemerintahan Indonesia, tidak hanya menyimpan dinamika sosial dan pembangunan yang kompleks, tetapi juga menjadi ruang penting bagi keragaman hayati perkotaan. Meskipun berada di kawasan yang sangat terurbanisasi, Jakarta masih memiliki berbagai bentuk biodiversitas: burung air di kawasan mangrove, vegetasi pesisir di Kepulauan Seribu, hingga spesies pohon, mamalia kecil, dan reptil yang bertahan di ruang-ruang hijau kota. Namun, keberadaan keragaman hayati tersebut terus tertekan oleh perubahan penggunaan lahan, polusi, dan pertumbuhan penduduk yang tidak seimbang dengan daya dukung lingkungan.
Salah satu faktor utama yang memengaruhi menurunnya biodiversitas Jakarta adalah alih fungsi lahan. Ruang terbuka hijau yang seharusnya menjadi habitat flora dan fauna semakin berkurang seiring pembangunan permukiman padat, jalan raya, pusat perbelanjaan, dan infrastruktur perkotaan lain. Fragmentasi habitat membuat banyak spesies sulit bertahan, terutama burung, serangga, dan mamalia kecil yang membutuhkan ruang jelajah yang berkesinambungan. Selain itu, kawasan pesisir utara Jakarta menghadapi tekanan berat akibat reklamasi, pencemaran air, serta penurunan kualitas ekosistem mangrove yang sebelumnya berfungsi sebagai penyangga alami.
Polusi udara, air, dan tanah juga menjadi faktor yang semakin memperburuk kondisi. Kualitas udara Jakarta yang dipengaruhi kendaraan bermotor dan industri mengurangi keberlangsungan tumbuhan sensitif, sekaligus berdampak pada fauna yang bergantung pada vegetasi alami. Sungai-sungai yang tercemar limbah rumah tangga dan industri menyebabkan menurunnya populasi ikan lokal serta mengubah struktur komunitas makrozoobentos. Sementara itu, perubahan iklim global memperparah risiko: naiknya suhu perkotaan, rob yang semakin sering terjadi, dan pergantian musim tidak menentu mengubah kondisi ekologis yang menjadi dasar kehidupan berbagai spesies.
Namun, di tengah tekanan tersebut, upaya pelestarian tetap berlangsung. Rehabilitasi mangrove di Jakarta Utara, revitalisasi taman kota, penyediaan koridor ekologis di jalur hijau, hingga penataan permukiman pesisir memberikan peluang bagi regenerasi ekosistem. Upaya ini menunjukkan bahwa menjaga biodiversitas perkotaan bukan sekadar kepentingan lingkungan, tetapi juga bagian dari strategi keberlanjutan kota: mengurangi banjir, menjaga kualitas udara, dan menyediakan ruang hidup yang lebih layak bagi warganya. Jakarta dapat tetap tumbuh sebagai megapolitan modern tanpa mengorbankan kekayaan hayati jika pengelolaan ruang dilakukan dengan perspektif ekologis dan berbasis keberlanjutan.
Pertanyaan
- Berdasarkan essay di atas, jelaskan fenomena utama yang terjadi terkait keragaman hayati di Jakarta. Apa bentuk perubahan lingkungan yang paling memengaruhi kondisi biodiversitas perkotaan?
- Sebutkan dan jelaskan konsep-konsep geografi yang relevan untuk memahami isu penurunan keragaman hayati di Jakarta (misalnya interaksi, pola persebaran, aglomerasi, dan keberlanjutan). Berikan contoh penerapannya pada kasus yang dijelaskan dalam essay !
- Buatlah dua rumusan masalah yang dapat dijadikan dasar penelitian geografi mengenai keragaman hayati di Jakarta ! Rumusan masalah harus jelas, fokus, dan relevan dengan kondisi yang dibahas.
- Anda menjadi pemangku kebijakan tingkat kota Jakarta. Rumuskan tiga strategi prioritas untuk menjaga dan meningkatkan keragaman hayati Jakarta. Jelaskan alasan ilmiah dan geografis yang mendasari setiap strategi.
- Sebagai seorang siswa SMA Kolese Gonzaga (atau siswa SMA secara umum), refleksikan dua bentuk tindakan konkret yang dapat Anda lakukan untuk berkontribusi pada pelestarian keragaman hayati di lingkungan tempat tinggal dan sekolah. Jelaskan relevansi geografis dari tindakan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.