Rabu, 26 Juni 2019

Faktor dan Zona Interaksi Desa dan Kota

Pola dan kekuatan interaksi antara dua wilayah atau lebih sangat dipengaruhi oleh keadaan alam dan sosial daerah tersebut, serta kemudahan yang mempercepat proses hubungan kedua wilayah itu. Menurut Edward Ullman, ada tiga faktor utama yang mendasari atau memengaruhi timbulnya interaksi antarwilayah, yaitu sebagai berikut.

1. Adanya Wilayah-Wilayah yang Saling Melengkapi (Regional Complementary)
Regional Complementary adalah terdapatnya wilayah-wilayah yang berbeda dalam ketersediaan atau kemampuan sumber daya. Di satu pihak ada wilayah yang kelebihan (surplus) sumber daya, seperti produksi pertanian dan bahan galian, dan di lain pihak ada daerah yang kekurangan (minus) jenis sumber daya alam tersebut. Adanya dua wilayah yang surplus dan minus sumber daya tersebut sangat memperkuat terjadinya interaksi, dalam arti saling melengkapi kebutuhan, di mana masing-masing wilayah berperan sebagai produsen dan konsumen.


2. Adanya Kesempatan untuk Berintervensi (Intervening Opportunity)
Kesempatan berintervensi dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan perantara yang dapat menghambat timbulnya interaksi antarwilayah. Amatilah Bagan 

Berdasarkan Bagan di atas, sebenarnya secara potensial antara wilayah A dan B sangat memungkinkan terjalin interaksi karena masing-masing wilayah memiliki kelebihan dan kekurangan sumber daya sehingga dapat berperan sebagai produsen dan konsumen. Namun karena ada wilayah lain, yaitu C yang menyuplai kebutuhan wilayah A dan B maka kekuatan interaksi antara A dan B menjadi lemah. Dalam hal ini, wilayah C berperan sebagai intervening area atau wilayah perantara.

Intervening opportunity dapat pula diartikan sebagai sesuatu hal atau keadaan yang dapat melemahkan jalinan interaksi antar wilayah karena adanya sumber alternatif pengganti kebutuhan. 

3. Adanya Kemudahan Transfer atau Pemindahan dalam Ruang (Spatial Transfer Ability)
Faktor yang juga memengaruhi kekuatan interaksi adalah kemudahan pemindahan manusia, barang, jasa, gagasan, dan informasi antara satu wilayah dan wilayah lainnya. Kemudahan pergerakan antarwilayah ini sangat berkaitan dengan:
1)     jarak antar wilayah, baik jarak mutlak maupun relatif;
2)    biaya transportasi;
3) kemudahan dan kelancaran prasarana dan sarana transportasi antarwilayah.

Pengaruh Interaksi Desa dan Kota
Wujud interaksi kota-desa yang paling sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari antara lain sebagai berikut.
a. Pergerakan barang dari desa ke kota, atau sebaliknya.
b. Pergerakan gagasan dan informasi, terutama dari kota ke desa.
c. Adanya komunikasi penduduk antara kedua wilayah.
d. Pergerakan manusia, baik dalam bentuk bekerja, rekreasi, menuntut ilmu, ataupun keperluan-keperluan lainnya.

Proses interaksi yang berlangsung secara terus menerus dengan intensitas yang relatif tinggi tentunya dapat menimbulkan pengaruh, baik bagi wilayah perdesaan maupun perkotaan. Pengaruh tersebut dapat bersifat negatif ataupun positif. Beberapa contoh media yang mengakibatkan adanya perubahan bagi kawasan perdesaan karena proses interaksi antara lain melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang dilakukan mahasiswa, kegiatan ABRI Masuk Desa (AMD), tenaga sukarela untuk pembangunan desa-desa terpencil baik yang dikirim pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), program pembangunan desa, dan media-media lainnya.

Pengaruh positif yang dapat timbul akibat adanya interaksi kota-desa antara lain sebagai berikut.
a. Tingkat pengetahuan penduduk meningkat.
b. Adanya lembaga pendidikan di perdesaan dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam meningkatkan pengetahu an dan wawasan penduduk untuk turut serta dalam proses pembangunan.
c. Tingkat ketergantungan desa terhadap kota sedikit demi sedikit dapat dikurangi karena wilayah desa terus mengalami perkembangan ke arah kemandirian.
d. Melalui pengembangan prasarana dan sarana transportasi yang menghubungkan kota dengan desa, wilayah perdesaan akan semakin terbuka. Terbukanya keisolasian wilayah desa tentunya dapat meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
e. Masuknya unsur-unsur teknologi ke wilayah perdesaan dapat lebih mengefektifkan proses produksi dan pengelolaan sumber daya alam sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
f. Bagi masyarakat kota, proses interaksi dengan wilayah pedesaan juga memiliki pengaruh yang positif, seperti terdistribusinya barang-barang hasil pertanian, perkebunan, dan barang-barang yang lain untuk memenuhi konsumsi penduduk kota.

Adapun contoh pengaruh negatif interaksi kota-desa adalah sebagai berikut.
a. Gerakan penduduk desa ke kota dapat mengurangi jumlah penduduk desa usia produktif yang diharapkan dapat mem bangun desanya.
b. Banyak lahan pertanian di desa yang terlantar karena pen duduk nya berurbanisasi.
c. Timbulnya gejala urbanisme.


Contoh Soal
1) Adanya kesempatan saling mengintervensi
2) Kemudahan perpindahan ruang
3) Kemudahan berinvestasi
4) Kelengkapan wilayah
5) Kemampuan menghasilkan komoditas unggul

Yang termasuk dalam faktor-faktor penyebab munculnya interaksi desa dan kota adalah ….

A. (1), (2), (3)
B. (3), (4), (5)
C. (1), (3), (4)
D. (2), (4), (5)
E. (1), (2), (4)
Jawaban: E

Interaksi antara desa dan kota dapat disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

1. Adanya wilayah yang saling melengkapi (regional complementary)
2. Adanya kesempatan untuk saling mengintervensi (intervening opportunity)
3. Adanya kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability)

Oleh karena itu, pernyataan yang tepat ada pada poin (1), (2), (4) sehingga jawaban yang tepat adalah E.

Analisis Spasial dalam Sistem Informasi Geografis

Pengetahuan mengenai bagaimana mengumpulkan data, memasukan dan mengeluarkan data serta bagaimana menggunakannya merupakan kunci analisis di dalam SIG. 
Kemampuan analisis berdasarkan aspek spasial yang dapat dilakukan oleh SIG yaitu : 

1. Klasifikasi
Klasifikasi, yaitu mengelompokkan data keruangan (spatial) menjadi data keruangan (spatial) yang berarti. Contohnya adalah mengklasifikasikan tata-guna lahan untuk permukiman, pertanian, perkebunan atau hutan berdasarkan analisis data kemiringan kemiringan atau data ketinggian (peta topografi). Hasilnya berupa peta tata-guna lahan.

2. Overlay
Overlay, yaitu menganalisis dan mengintegrasikan dua atau lebih data keruangan yang berbeda. Contohnya adalah menganalisis daerah rawan erosi dengan meng-overlaykan (tumpang susunkan) data ketinggian, jenis tanah dan kadar air.

3. Networking
Networking, yaitu analisis yang bertitik tolak pada jaringan yang terdiri dari garis-garis dan titik-titik yang saling terhubung. Analisis ini sering dipakai dalam berbagai bidang. misaInya, sistem jaringan telepon kabel listrik, pipa minyak atau gas, pipa air minum atau saluran pembuangan.

4. Buffering
Buffering, yaitu analisis yang akan menghasilkan buffer/penyangga yang bisa berbentuk lingkaran atau poligon yang melingkupi suatu objek sebagai pusatnya, sehingga kita bisa mengetahui berapa parameter objek dan luas wilayahnya. Buffering misalnya dapat digunakan untuk menentukan jalur hijau di perkotaan, menggambarkan Zona Ekonomi Eklusif (ZEE) yang dimiliki suatu negara, mengetahui luas daerah yang mengalami tumpahan minyak di Laut, atau untuk menentukan lokasi pasar, toko atau outlet dengan memperhatikan lokasi konsumen termasuk memperhatikan lokasi toko atau outlet yang dianggap pesaing.

5. Tiga Dimensi
Tiga dimensi, analisis ini sering digunakan untuk memudahkan pemahaman, karena data divisualisasikan dalam bentuk tiga dimensi. Misainya digunakan untuk menganalisis daerah yang akan terkena aliran lava jika gunung-api diprediksi akan meletus.

Selasa, 25 Juni 2019

Menghitung Skala Foto Udara

Foto udara (Aerial Photograph) merupakan suatu rekaman detail permuakaan bumi yang dipengaruhi oleh panjang fokus lensa kamera, ketinggian terbang pesawat, waktu pemotretan, jenis film dan filter yang dipakai saat pemotretan (Djauhari noor, 2012). Foto udara menggabungkan dari beberapa gambar/ citra foto yang dibuat untuk mengenali unsur-unsur alam melalui penafsiran/interpretasi. Foto udara yang dipakai secara geometri berhubungan dengan jenis kamera yang dipakai dalam pemotretan. Penerapan fotografi dalam pengelolaan daerah aliran sungai memiliki peran penting dalam perencanaaan dan evaluasi dalam menyususn strategi rehabilitasi hutan dan lahan serta pengelolaan daerah aliran sungai untuk mendukung pembangunan secara berkelanjutan suatu wilayah. Foto udara mampu mengenali objek lebih detail dengan skala tertentu.

Dalam ilmu geografi, pemahaman skala sangat penting karena merupakan bagian analisa spasial yang akan mempengaruhi analisa lebih lanjut untuk kepentingan tertentu. Aspek pokok skala foto udara dilihat dari kepentingan penggunaan data foto udara, kemampuan alat foto udara dalam cakupan luasan tertentu, dan jenis objek yang akan diambil. Makadariitu skala sangatlah penting. Jika dalam peta biasa penghitungan skaladapat diukur dengancaramembandingkan jarak di peta dengan jarak sebenarnya di lapangan. Terus bagaimana cara menghitung skalapada foto udara?

Skala pada sebuah foto udara merupakan perbandingan antara jarak dua titik pada foto udara dan jarak dua titik secara mendatar di lapangan.  alam sebuah foto udara, untuk mengetahui skala foto maka perlu diamati keterangan yang terdapat pada tepi foto udara. Untuk menghitung skala sebuah foto udara dapat menggunakan rumus berikut:


Keterangan:

S   = Skala Foto Udara

f   = Panjang Fokus

H   = Tinggi Wahana

h    = Tinggi Objek

ketinggian pesawat = (H - h)

Jumat, 21 Juni 2019

Pertumbuhan Wilayah

Teori pertumbuhan wilayah fokus pada aspek keruangan pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan wilayah. Ada beberapa teori pertumbuhan wilayah. Teori-teori itu antara lain sebagai berikut.

a) Teori Basis Sumber Daya Alam (Natural Resources Endowment Theory) yang digagas oleh Harvey S. Perloff dan Lowdon Wingo, Jr. Teori ini berpendapat bahwa pertumbuhan suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber Daya alam dan permintaan akan komoditas yang dihasilkan dari sumber daya alam tersebut.

b) Teori Basis Ekspor (Export Based Theory atau Economic Based Theory) yang digagas oeh Douglass C. North. Menurut teori ini, laju pertumbuhan wilayah dipengaruhi oleh peningkatan ekspor wilayah tersebut.

c) Teori pertumbuhan wilayah neoklasik yang antara lain dikembangkan oleh George Borts, Howard Stein, Calvin Siebert, dan Dale Jorgensen. Menurut teori ini, pertumbuhan wilayah bergantung pada faktor tenaga kerja, modal (investasi), dan kemajuan teknologi. Kecepatan pertumbuhan wilayah dipengaruhi oleh kemampuan suatu wilayah untuk menyediakan ketiga faktor tersebut. Ketiga faktor ini dapat meningkatkan produktivitas.

d) Teori Ketidakseimbangan Pertumbuhan Wilayah (Unbalanced Growth Theory) yang digagas oleh Gunnar Myrdal. Teori ini berpendapat bahwa pembangunan ekonomi dapat menyebabkan kesenjangan ekonomi. Teori ini didasarkan pada hubungan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang yang cenderung meningkatkan pendapatan per kapita negara maju dan menyebabkan kemiskinan di negara berkembang. Myrdall mengemukakan adanya dua efek dari pembangunan wilayah, yaitu Efek Balik dan Efek Sebar. Efek Balik adalah dampak buruk yang terjadi ketika terjadi perpindahan modal, tenaga kerja, dan aktivitas ekonomi menuju wilayah dengan kondisi ekonomi berkembang. Efek Sebar adalah dampak baik yang terbentuk di sekitar wilayah dengan kondisi ekonomi berkembang akibat dampak momentum pembangunan ekonomi di pusat pertumbuhan.

e) Teori Baru Pertumbuhan Wilayah yang digagas oleh Paul M. Romer dan Robert Lucas. Menurut teori ini, pertumbuhan wilayah berasal dari faktor endogen, seperti modal fisik, sumber daya manusia, teknologi, dan inovasi. Lebih lanjut teori ini berpendapat bahwa kemajuan teknologi yang didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas serta inovasi berbasis riset dan pengembangan menjadi penyebab dan akibat dari pertumbuhan wilayah. Untuk itu, perlu ada pengembangan sumber daya manusia, riset, dan pengembangan yang menjadi modal utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Ada banyak faktor yang memengaruhi pertumbuhan suatu wilayah, di antaranya kondisi geografi dan sumber daya alam, tenaga kerja, modal, baik modal fisik dan modal sumber daya manusia, infrastruktur, dan teknologi.

Dalam proses pertumbuhan wilayah, menurut Boudeville, ada sekelompok industri pendorong mengelompok di suatu ruang geografis atau kutub pembangunan dan mendorong pengembangan kegiatan ekonomi di seluruh wilayah pengaruh. Boudeville mendefinisikan kutub pembangunan sebagai pusat industri yang menciptakan kemakmuran dan pasar untuk wilayah satelit mereka.

Suatu wilayah disebut sebagai pusat pertumbuhan jika terdapat berbagai kegiatan ekonomi yang mendorong pertumbuhan satu sama lain, ada unsur pengganda {multiplier effect) yang diciptakan oleh sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung serta terjadi konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas yang menyebabkan efisiensi biaya dan meningkatkan daya tarik pusat pertumbuhan dan mampu mendorong pertumbuhan daerah sekitarnya untuk dapat berkembang.

Perubahan yang terjadi pada pusat pertumbuhan umumnya berupa perubahan ekonomi dan perubahan sosial budaya, baik untuk wilayah pusat pertumbuhan maupun wilayah sekitarnya. Aktivitas ekonomi tersebut kemudian memunculkan fasilitas ekonomi, seperti pabrik, bank, dan perkantoran sehingga menciptakan lapangan pekerjaan yang kemudian meningkatkan pendapatan per kapita. Meningkatnya jumlah penduduk akibat mobilisasi juga berdampak pada perubahan sosial budaya masyarakat karena terjadinya akulturasi dan asimilasi budaya dalam masyarakat. Dampak lainnya adalah terjadinya pertukaran informasi, pengetahuan, dan keterampilan yang dapat mempercepat pertumbuhan wilayah sehingga pemerataan pembangunan juga dapat diwujudkan.

Ada beberapa ciri pusat pertumbuhan, di antaranya sebagai berikut.
a) Ada keterkaitan antara berbagai kegiatan ekonomi yang mendorong pertumbuhan satu sama lain.
b) Ada unsur pengganda {multiplier Effect) yang diciptakan oleh sektor- sektor yang saling terkait dan saling mendukung.
c) Ada konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas yang menyebabkan efisiensi biaya dan meningkatkan daya tarik pusat pertumbuhan.
d) Mendorong pertumbuhan daerah belakangnya untuk dapat mengembangkan dirinya.

Dalam praktiknya, pusat-pusat pertumbuhan juga mempunyai pengaruh terhadap wilayah-wilayah yang ada di sekitar pusat-pusat pertumbuhan. Pengaruhnya antara lain sebagai berikut.
a) Menjadi pusat sumber daya alam dan sumber daya manusia.
b) Mengkoordinasikan sumber daya yang tersebar di sekitarnya.
c) Menjadi inti pengembangan sumber daya yang ada di wilayah sekitarnya.
d) Meningkatkan pendapatan per kapita penduduk di wilayah sekitarnya.
e) Menyediakan berbagai fasilitas ekonomi, seperti pabrik, bank, dan pasar.
f) Menyediakan lapangan pekerjaan.
g) Memungkinkan terjadinya akulturasi dan asimilasi budaya.
h) Menyebabkan terjadinya pergeseran nilai-nilai sosial.

Secara hierarkis, pada sekala regional, ada tiga orde pusat pertumbuhan. Ketiga orde pusat pertumbuhan itu adalah sebagai berikut.
a) Pusat pertumbuhan primer atau pusat utama orde satu yang dapat mendorong pusat pertumbuhan yang ada di bawahnya.
b) Pusat pertumbuhan sekunder (kedua) adalah pusat dari subwilayah yang kerap dibentuk untuk mengembangkan subwilayah yang jauh dari pusat utamanya.
c) Pusat pertumbuhan tersier (ketiga) menjadi titik pertumbuhan bagi wilayah pengaruhnya untuk menumbuhkan dan memelihara kedinamisan terhadap wilayah pengaruh yang dipengaruhinya.

Penetapan kawasan strategis nasional dilakukan berdasarkan kepentingan berikut.
a) Pertahanan dan keamanan
b) Pertumbuhan ekonomi
c) Sosial dan budaya
d) Pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi
e) Fungsi dan daya dukung lingkungan hidup

Tujuan Pembangunan Wilayah

Tujuan pembangunan wilayah menurut Bagdja Muljarijadi antara lain sebagai berikut.
a) Membentuk “institusi” baru yang mendukung perekonomian daerah.
b) Mengembangkan industri alternatif.
c) Meningkatkan kapasitas pekerja untuk menghasilkan produk yang lebih baik.
d) Mencari pasar yang lebih luas.
e) Ada transfer teknologi.
f) Membuka peluang investasi bagi para pengusaha.

Menurut Nugroho dan Dahuri, tujuan pelaksanaan pembangunan wilayah antara lain sebagai berikut.
a) Memberi perlindungan sosial dan ekonomi bagi keadaan sebagai akibat dari kemiskinan dan ketimpangan; serta sumber daya alam yang mengalami tekanan.
b) Menyediakan media bagi beroperasinya mekanisme pasar secara efisien dan adil serta memperbaiki kualitas aliran beragam sumber daya secara berkelanjutan (sustainable).
c) Menyediakan perangkat bagi aspek perencanaan pembangunan.
d) Membangun sistem kelembagaan untuk memperbaiki dan menyempurnakan pembangunan.


Menurut Rancangan Awal RPJMN 2015-2019, isu utama pembangunan wilayah nasional adalah masih besarnya kesenjangan antarwilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Itulah sebabnya arah kebijakan utama pembangunan wilayah nasional difokuskan untuk mempercepat pengurangan kesenjangan pembangunan antar wilayah.

Ada 7 (tujuh) wilayah pembangunan di Indonesia yang didasarkan pada potensi dan keunggulan daerah, serta lokasi geografis yang strategis di masing-masing wilayah. Adapun tema pengembangan wilayah di setiap wilayah adalah sebagai berikut.
a) Pembangunan Wilayah Pulau Papua sebagai “lumbung pangan melalui pengembangan industri berbasis komoditas tanaman pangan serta pengembangan peternakan dan tanaman nonpangan; percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan pariwisata bahari; serta lumbung energi di Kawasan Timur Indonesia melalui pengembangan minyak, gas bumi, dan tembaga”.
  
b) Pembangunan Wilayah Kepulauan Maluku sebagai “produsen makanan laut dan lumbung ikan nasional dengan percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri berbasis komoditas perikanan; serta pengembangan industri pengolahan berbasis nikel dan tembaga".

c) Pembangunan Wilayah Kepulauan Nusa Tenggara sebagai “pintu gerbang pariwisata ekologis; penopang pangan nasional dengan percepatan pembangunan perekonomian berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perikanan, garam, dan rumput laut; pengembangan industri berbasis peternakan; serta pengembangan industri mangan dan tembaga".

d) Pembangunan Wilayah Pulau Sulawesi sebagai “salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional dan pintu gerbang Kawasan Timur Indonesia dengan pengembangan industri berbasis logistik; serta lumbung pangan nasional dengan pengembangan industri berbasis kakao, padi, jagung; dan pengembangan industri berbasis rotan, aspal, nikel, dan bijih besi; serta percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perikanan dan pariwisata bahari”.

e) Pembangunan Wilayah Pulau Kalimantan sebagai “salah satu paru- paru dunia dengan mempertahankan luasan hutan Kalimantan; dan lumbung energi nasional dengan pengembangan hilirisasi komoditas batu bara; serta pengembangan industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, bauksit, bijih besi, gas alam cair, pasir zirkon dan pasir kuarsa, serta pengembangan food estate".

f) Pembangunan Wilayah Pulau Jawa-Bali sebagai “lumbung pangan nasional dan pendorong sektor industri dan jasa nasional dengan pengembangan industri makanan-minuman, tekstil, otomotif, alutsista, telematika, kimia, alumina, dan besi baja; salah satu pintu gerbang destinasi wisata terbaik dunia dengan pengembangan ekonomi kreatif; serta percepatan pembangunan ekonomi berbasis maritim (kelautan) melalui pengembangan industri perkapalan dan pariwisata bahari”.

g) Pembangunan Wilayah Pulau Sumatra sebagai “salah satu pintu gerbang Indonesia dalam perdagangan internasional dan lumbung energi nasional, diarahkan untuk pengembangan hilirisasi komoditas batu bara, serta industri berbasis komoditas kelapa sawit, karet, timah, bauksit, dan kaolin”.

Pembangunan berkelanjutan diasumsikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini, tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri” istilah ini diperkenalkan oleh Komisi Lingkungan dan Pembangunan Dunia (The World Commission on Environment and Development [WCED]) pada tahun 1987. Komisi ini menganggap pembangunan berkelanjutan sebagai pilihan untuk meminimalkan risiko penciptaan masalah baru atau memperburuk masalah yang sudah ada.

Pertumbuhan wilayah dapat didefinisikan sebagai laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Pusat pertumbuhan merupakan wilayah yang pertumbuhannya sangat pesat. Dari pusat-pusat pertumbuhan ini, diharapkan pertumbuhan akan menyebar ke wilayah- wilayah yang lain.

Rabu, 19 Juni 2019

Pewilayahan

Pewilayahan atau regionalisasi merupakan upaya untuk membagi-bagi permukaan bumi berdasarkan karakteristik tertentu yang membedakan wilayah itu dengan wilayah-wilayah yang lain. Manfaat pewilayahan antara lain dapat menyederhanakan informasi tentang suatu gejala atau fenomena permukaan bumi yang beragam, dapat menyusun secara teratur keanekaragaman permukaan bumi dan dapat memantau perubahan- perubahan yang terjadi baik gejala alam maupun manusia.

Untuk melaksanakan pewilayahan, ada tiga metode yang dapat digunakan. Ketiga metode itu adalah sebagai berikut.

  • Generalisasi wilayah dengan mengubah atau menghilangkan faktor- faktor tertentu yang dianggap kurang penting sehingga terbentuk wilayah homogen atau wilayah formal dengan parameter tertentu.
  • Delimitasi adalah cara penentuan batas terluar suatu wilayah dengan cara kualitatif dan kuantitatif. Delimitasi dengan cara kualitatif merupakan penentuan batas terluar suatu wilayah atas dasar kenampakan-kenampakan yang dominan pada suatu tempat dengan bantuan interpretasi foto udara dan citra satelit. Delimitasi dengan cara kuantitatif merupakan penentuan batas wilayah atas dasar ukuran-ukuran kuantitatif dari data yang terkumpul.
  • Klasifikasi wilayah sebagai upaya pengelompokkan wilayah secara sistematis ke dalam kelompok-kelompok wilayah tertentu berdasarkan keseragaman sifat semua individu dalam wilayah tersebut.

Klasifikasi wilayah dapat didasarkan pada topik. Berdasarkan topik ada lima kategori besar berikut.

  • Single topic region atau wilayah bertopik tunggal, yakni pewilayahan yang didasarkan pada satu macam unsur saja, seperti curah hujan.
  • Combined topic region atau wilayah bertopik gabungan, yakni pewilayahan yang didasarkan atas gabungan beberapa unsur yang masih satu topik, seperti curah hujan, temperatur, dan tekanan udara.
  • Multiple topic region atau wilayah bertopik banyak, yakni pewilayahan yang didasarkan pada beberapa topik berbeda tapi masih berhubungan antara satu dengan yang lain, seperti daerah pertanian yang membutuhkan data tentang iklim, keadaan tanah, geomorfologi dan data penting lainnya.
  • Total region atau wilayah total, yakni wilayah yang didasarkan pada semua unsur dalam suatu wilayah. Wilayah administrasi desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi.
  • Compage, yakni pewilayahan berdasarkan aktivitas manusia yang paling menonjol. Misalnya, wilayah miskin dan wilayah bencana.

Proses pewilayahan dapat dilakukan berdasarkan hal-hal berikut.
  • Homogenitas (keseragaman). Dengan kriteria ini, kita dapat menemukan wilayah yang dicirikan keseragaman atau homogenitas tertentu, seperti wilayah hutan hujan tropis dan wilayah pertanian. Berdasarkan keseragaman, kita menentukan perwilayahan wilayah formal. Jika berdasarkan lebih dari satu kriteria atau variabel, batas- batas wilayah formal dapat diperoleh dengan menggunakan metode nilai bobot indeks.
  • Hubungan antara titik-titik pertumbuhan pada unit-unit wilayah dan titik pusat. Proses perwilayahan seperti ini disebut dengan proses pewilayahan wilayah fungsional. Untuk menentukan perwilayahan wilayah fungsional, kita dapat menggunakan pendekatan analisis aliran barang/orang dan analisis gravitasi.
    • Analisis aliran barang/orang melihat wilayah fungsional atas dasar arah dan intensitas aliran barang/orang antara titik pusat dan wilayah sekitarnya. Biasanya intensitas aliran barang/orang antara titik pusat dan wilayah terdekat lebih tinggi daripada intensitas aliran barang/orang antara titik pusat dan wilayah terjauh.
    • Analisis gravitasi menyatakan bahwa interaksi antara dua titik geografis atau wilayah berhubungan langsung dengan ‘massa’ mereka, seperti populasi, pekerjaan, pendapatan, dan perputaran ritel dan berbanding terbalik dengan ‘jarak’ seperti jarak perjalanan, jarak penerbangan dan jarak tempuh. Begitu massa dan jarak ditetapkan, gaya gravitasi antara dua pusat wilayah dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.

Di mana G 1-2 merupakan gaya gravitasi (kekuatan interaksi) antara wilayah 1 dan 2. M1 dan M2 mewakili massa wilayah 1 dan 2, d adalah jarak antara keduanya, dan k adalah angka konstanta empiris dengan nilai 1.

Manfaat Pewilayahan (Regionalisasi)

Berikut di bawah ini merupakan manfaat dari dilakukannya regionalisasi, yaitu:
  • Mengurutkan dan menyederhanakan informasi mengenai keanekaragaman dan gejala atau fenomena di permukaan bumi.
  • Untuk meratakan pembangunan di semua wilayah sehingga dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah.
  • Memudahkan koordinasi berbagai program pembangunan pada tiap daerah.
  • Memantau perubahan-perubahan yang terjadi, baik gejala alam maupun manusia.

Minggu, 16 Juni 2019

Ringkasan Mitigasi Bencana Alam Dan Jenis Penanggulangannya (PDF)

Klik Mitigasi Bencana Alam Dan Jenis Penanggulangannya (PDF)

Partisipasi Masyarakat Dalam Mitigasi Bencana Alam Di Indonesia


  • Terkait penanggulangan bencana alam, masyarakat mempunyai hak. Adapun hak setiap anggota masyarakat adalah sebagai berikut.
    1. Mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana.
    2. Mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
    3. Mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana.
    4. Berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan, termasuk dukungan psikososial.
    5. Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya.
    6. Melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana.
    7. Setiap orang yang terkena bencana berhak mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.
    8. Setiap orang berhak untuk memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi.
  • Kewajiban setiap orang dalam penanggulangan bencana alam antara lain sebagai berikut.
    1. Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis.
    2. Memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
    3. Melakukan kegiatan penanggulangan bencana.
    4. Memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penanggulangan bencana.
  • Masyarakat hendaknya berpartisipasi dalam mitigasi bencana alam di Indonesia. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Bentuk partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut.
    1. Aktif dalam kegiatan identifikasi masalah kebencanaan.
    2. Memberikan usulan atau pendapat untuk mengurangi risiko bencana.
    3. Peduli akan upaya untuk mengurangi risiko bencana.
    4. Menunjukkan kesadaran bahwa permasalahan bencana merupakan tanggung jawab bersama.
    5. Ikut serta dalam kegiatan pelaksanaan mitigasi bencana.
    6. Menjaga berbagai upaya mitigasi bencana.
    7. Aktif dalam mengevaluasi berbagai kegiatan mitigasi bencana.
  • Ada beberapa kebijakan yang perlu ditempuh dalam mitigasi bencana antara lain sebagai berikut.
    1. Membangun persepsi yang sama bagi semua pihak.
    2. Pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi.
    3. Upaya preventif harus diutamakan.
    4. Penggalangan kekuatan melalui kerja sama dengan semua pihak.
  • Untuk melaksanakan kebijakan ini, dikembangkan beberapa strategi berikut.
    1. Melakukan pemetaan daerah rawan bencana.
    2. Pemantauan kawasan rawan bencana.
    3. Penyebaran informasi.
    4. Sosialisasi dan penyuluhan tentang aspek kebencanaan.
    5. Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan jika terjadi bencana.
  • Langkah-langkah yang dilakukan dalam mitigasi bencana banjir antara lain sebagai berikut.
    1. Pengawasan penggunaan lahan dan perencanaan lokasi untuk menempatkan fasilitas vital yang rentan terhadap banjir pada daerah yang aman.
    2. Penyesuaian desain bangunan di daerah banjir harus tahan terhadap banjir dan dibuat bertingkat.
    3. Pembangunan tembok penahan dan tanggul di sepanjang sungai, tembok laut sepanjang pantai yang rawan badai atau tsunami akan sangat membantu untuk mengurangi bencana banjir.
    4. Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun dengan pipa atau terowongan dapat membantu mengurangi risiko banjir.
    5. Meningkatkan kewaspadaan terhadap penggundulan hutan.
    6. Persiapan evakuasi bencana banjir, seperti perahu dan alat-alat penyelamatan lainnya.
  • Langkah-langkah yang dilakukan dalam mitigasi bencana tanah longsor antara lain sebagai berikut.
    1. Pengenalan daerah yang rawan longsor.
    2. Pembangunan permukiman dan fasilitas utama lainnya menghindari daerah rawan bencana.
    3. Mengurangi tingkat keterjalan lereng.
    4. Meningkatkan/memperbaiki drainase baik air permukaan maupun air tanah.
    5. Pembuatan terasering.
    6. Penghijauan dengan tanaman yang sistem perakarannya dalam.
    7. Pembuatan tanggul penahan khusus untuk runtuhan batu baik berupa bangunan konstruksi, tanaman, maupun parit.
  • Langkah-langkah yang dilakukan dalam mitigasi bencana gunung api antara lain sebagai berikut.
    1. Perencanaan lokasi pemanfaatan lahan untuk aktivitas penting harus jauh atau di luar dari kawasan rawan bencana.
    2. Hindari tempat-tempat yang memiliki kecenderungan untuk dialiri lava dan/atau lahar.
    3. Perkenalkan struktur bangunan tahan api.
    4. Membuat barak pengungsian yang permanen, terutama di sekitar gunung api yang sering meletus.
    5. Meningkatkan kewaspadaan terhadap resiko letusan gunung api di daerahnya.
    6. Menyosialisasikan arti peringatan dini dan cara menghindar dan tindakan yang harus dilakukan ketika terjadi letusan gunung api.
  • Langkah-langkah yang dilakukan dalam mitigasi bencana gempa bumi antara lain sebagai berikut.
    1. Memastikan bangunan harus dibangun dengan konstruksi tahan getaran/gempa.
    2. Penerapan zonasi daerah rawan bencana dan pengaturan penggunaan lahan.
    3. Membangun rumah dengan konstruksi yang aman terhadap gempa bumi.
    4. Selalu tahu apa yang harus dilakukan jika terjadi guncangan gempa bumi.
    5. Ikut serta dalam pelatihan program upaya penyelamatan dan kewaspadaan masyarakat terhadap gempa bumi.
    6. Pembentukan kelompok aksi penyelamatan bencana dengan pelatihan pemadaman kebakaran dan pertolongan pertama.
  • Langkah-langkah yang dilakukan dalam mitigasi bencana tsunami antara lain sebagai berikut.
    1. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.
    2. Pendidikan kepada masyarakat tentang karakteristik dan pengenalan bahaya tsunami.
    3. Pembangunan sistem peringatan dini tsunami.
    4. Pembangunan tembok penahan tsunami pada garis pantai yang berisiko.
    5. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai untuk meredam gaya air tsunami. 
    6. Mengenali karakteristik dan tanda-tanda bahaya tsunami di lokasi sekitarnya.
    7. Memahami cara penyelamatan jika terlihat tanda-tanda tsunami.
  • Langkah-langkah yang dilakukan dalam mitigasi bencana kebakaran antara lain sebagai berikut.
    1. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan pencegahan dan penanganan kebakaran.
    2. Pembentukan pasukan pemadaman kebakaran, khususnya untuk penanganan kebakaran secara dini.
    3. Pembuatan waduk-waduk kecil, bak penampungan air dan Widran untuk pemadaman api.
    4. Pembuatan penghalang api, terutama antara lahan perkebunan dan hutan.
    5. Hindarkan pembukaan lahan dengan cara pembakaran.
    6. Melakukan penanaman kembali daerah yang telah terbakar dengan tanaman yang heterogen.
    7. Meningkatkan partisipasi aktif dalam pemadaman awal kebakaran di daerahnya.
  • Langkah-langkah yang dilakukan dalam mitigasi bencana kekeringan antara lain sebagai berikut.
    1. Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan mengganti penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran distribusi yang efisien.
    2. Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan sabo (check dam) dan reboisasi.
    3. Pendidikan dan pelatihan.
    4. Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan melaksanakan pengelolaan lahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi.
    5. Pengelolaan peternakan disesuaikan dengan kondisi ketersediaan air di wilayahnya.
    6. Mengembangkan industri alternatif nonpertanian.

Penanggulangan Bencana Alam Melalui Edukasi, Kearifan Lokal, Dan Pemanfaatan Teknologi Modern


  • Untuk mengurangi korban dan kerugian akibat bencana alam, edukasi penanggulangan kebencanaan perlu dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan kebencanaan. Dengan pendidikan kebencanaan, masyarakat memiliki pengetahuan, sikap, dan keterampilan tentang kesiapsiagaan bencana dan tanggap darurat bencana. Pendidikan kebencanaan dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan formal dan informal. Terkait dengan hal ini, dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014, telah direncanakan adanya implementasi kesiapsiagaan bencana di sekolah/madrasah. Seiring dengan rencana ini, diterbitkanlah Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 04 Tahun 2012 tentang Pedoman Penerapan Sekolah/Madrasah Aman dari Bencana. Berdasarkan pedoman ini, sekolah aman adalah komunitas pembelajar yang berkomitmen akan budaya aman dan sehat, sadar akan risiko, memiliki rencana yang matang dan mapan sebelum, saat, dan sesudah bencana, dan selalu siap untuk merespons pada saat darurat dan bencana.
  • Kearifan lokal adalah kekayaan budaya setempat yang mengandung kebijakan hidup, pandangan hidup (way of life) yang mengakomodasi kebijakan (wisdom) dan kearifan hidup.Terkait dengan lingkungan hidup, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mendefinisikan kearifan lokal sebagai nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kearifan lokal masyarakat Indonesia sangat kaya. Bentuk-bentuk kearifan lokal dapat berupa nilai, norma, kepercayaan, dan aturan-aturan khusus. 
  • Beberapa kearifan lokal yang berperan dalam penanggulangan bencana antara lain sebagai berikut.
    1. Nyabuk gunung di lereng Gunung Sindoro dan Sumbing atau ngais gunung di Jawa Barat atau sengkedan di Bali merupakan sistem pertanian dengan membuat teras sawah mengikuti kontur gunung (contour planting). Kearifan lokal seperti ini dapat mencegah terjadinya tanah longsor.
    2. Kearifan suku Mentawai di Sumatra Barat dalam kegiatan perladangan tidak mengenal sistem tebas bakar.
    3. Semong dalam cerita rakyat Aceh. Semong menjadi semacam mitigasi bencana yang menyerukan kepada penduduk untuk lari ke bukit ketika terjadi gempa.
    4. Tradisi tana' ulen suku Dayak Kenyah di Kalimantan Timur yang melarang penduduk untuk menebang pohon, membakar hutan, membuat ladang, dan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang menimbulkan kerusakan hutan di dalam wilayah tana' ulen.
    5. Pemanfaatan teknologi modern dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana dapat menyelamatkan nyawa dan membantu mencegah kerusakan lingkungan. Contoh teknologi modern dalam penanggulangan bencana antara lain teknologi modifikasi cuaca yang telah sering diterapkan untuk penanggulangan bencana asap kebakaran lahan dan hutan di sejumlah provinsi di Pulau Sumatra dan Kalimantan. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya gelombang tsunami, Indonesia menggunakan sistem Indonesia Tsunami Early Warning System (Ina TEWS).

Lembaga-Lembaga Yang Berperan Dalam Penanggulangan Bencana Alam


  • Pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi penanggung awab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana.
  • Tanggung jawab pemerintah pusat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana antara lain meliputi hal-hal berikut.
    1. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan.
    2. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana.
    3. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai dengan standar pelayanan minimum.
    4. Pemulihan kondisi dari dampak bencana.
    5. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan dan belanja negara yang memadai.
    6. Pengalokasian anggaran penanggulangan bencana dalam bentuk dana siap pakai.
    7. Pemeliharaan arsip/dokumen autentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana.
  • Pemerintah pusat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana mempunyai wewenang sebagai berikut.
    1. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.
    2. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur- unsur kebijakan penanggulangan bencana.
    3. Penetapan status dan tingkatan bencana nasional dan daerah.
    4. Penentuan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain, badan-badan, atau pihak-pihak internasional lain.
    5. Perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana.
    6. Perumusan kebijakan mencegah penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam untuk melakukan pemulihan.
    7. Pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala nasional.
  • Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, atau perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Tanggung jawab pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi hal-hal berikut.
    1. Penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana sesuai dengan standar pelayanan minimum.
    2. Perlindungan masyarakat dari dampak bencana.
    3. Pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko bencana dengan program pembangunan.
    4. Pengalokasian dana penanggulangan bencana dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah yang memadai.
  • Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana mempunyai wewenang sebagai berikut.
    1. Penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan pembangunan daerah.
    2. Pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur- unsur kebijakan penanggulangan bencana.
    3. Pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan provinsi dan/atau kabupaten/kota lain.
    4. Pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana pada wilayahnya.
    5. Perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang melebihi kemampuan alam pada wilayahnya.
    6. Pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala provinsi, kabupaten/kota.
  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana dibentuk oleh pemerintah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mempunyai tugas sebagai berikut.
    1. Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara. 
    2. Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang- undangan.
    3. Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat.
    4. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap saat dalam kondisi darurat bencana.
    5. Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional.
    6. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
    7. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
    8. Menyusun pedoman pembentukan badan penanggulangan bencana daerah.
  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana mempunyai fungsi seperti berikut.
    1. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien.
    2. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
  • Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah. Badan ini dibentuk oleh pemerintah daerah. Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah dilaksanakan melalui koordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Badan Penanggulangan Bencana Daerah terdiri atas badan pada tingkat provinsi dan badan pada tingkat kabupaten/kota.
  • Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai fungsi sebagai berikut.
    1. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan efisien.
    2. Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
  • Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai tugas sebagai berikut.
    1. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara.
    2. Menetapkan standardisasi serta kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang- undangan.
    3. Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana.
    4. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.
    5. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya.
    6. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana.
    7. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.
    8. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari anggaran pendapatan dan belanja daerah.
    9. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
  • Lembaga usaha mendapatkan kesempatan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik secara tersendiri maupun secara bersama dengan pihak lain. Terkait dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh lembaga usaha. Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut.
    1. Lembaga usaha menyesuaikan kegiatannya dengan kebijakan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
    2. Lembaga usaha berkewajiban menyampaikan laporan kepada pemerintah dan/atau badan yang diberi tugas melakukan penanggulangan bencana serta menginformasikannya kepada publik secara transparan.
    3. Lembaga usaha berkewajiban mengindahkan prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan fungsi ekonominya dalam penanggulangan bencana.
  • Lembaga internasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organisasi internasional lainnya dan lembaga asing nonpemerintah dari negara lain di luar Perserikatan Bangsa-Bangsa. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dapat ikut serta dalam kegiatan penanggulangan bencana dan mendapat jaminan perlindungan dari pemerintah terhadap para pekerjanya. Lembaga internasional dan lembaga asing nonpemerintah dalam melaksanakan kegiatan penanggulangan bencana dapat melakukan secara sendiri-sendiri, bersama-sama, dan/atau bersama dengan mitra kerja dari Indonesia dengan memperhatikan latar belakang sosial, budaya, dan agama masyarakat setempat.
  • Dalam melaksanakan penanggulangan bencana di daerah, perlu ada koordinasi antarsektor. Peran lintas sektor itu adalah sebagai berikut.
    1. Sektor pemerintahan mengendalikan kegiatan pembinaan pembangunan daerah.
    2. Sektor kesehatan merencanakan pelayanan kesehatan dan medik, termasuk obat-obatan dan paramedis.
    3. Sektor sosial merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lainnya untuk para pengungsi.
    4. Sektor pekerjaan umum merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi dan jalur evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana.
    5. Sektor perhubungan melakukan deteksi dini dan informasi cuaca/ meteorologi dan merencanakan kebutuhan transportasi dan komunikasi.
    6. Sektor energi dan sumber daya mineral merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana akibat ulah manusia yang terkait bencana geologi sebelumnya.
    7. Sektor tenaga kerja dan transmigrasi merencanakan pengerahan dan pemindahan korban bencana ke daerah yang aman bencana.
    8. Sektor keuangan penyiapan anggaran biaya kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa prabencana.
    9. Sektor kehutanan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif, khususnya kebakaran hutan/lahan.
    10. Sektor lingkungan hidup merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.
    11. Sektor kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana tsunami dan abrasi pantai.
    12. Sektor lembaga penelitian dan pendidikan tinggi melakukan kajian dan penelitian sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa prabencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
    13. TNI/Polri membantu dalam kegiatan SAR dan pengamanan saat darurat, termasuk mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi.

Keanekaragaman genetik, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman ekosistem

Keanekaragaman genetik, keanekaragaman spesies, dan keanekaragaman ekosistem adalah tiga tingkat keanekaragaman hayati yang berbeda dan sali...

Chiba University, Japan

Chiba University, Japan