A. Pengertian Wilayah
Wilayah atau sering disebut region adalah unit geografis yg memiliki kriteria, batasan dan individualitas tertentu. Individualitas ini terjadi karena di dalam region ini terjadi interaksi yg kemudian memberi ciri khas kepada region (ruang) itu sendiri.
Oleh karena itu region merupakan suatu unit geografi dari permukaan bumi yang memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan wilayah lain. Region memilik ukuran yang bervariasi, mulai dari yang paling luas sampai sangat sempit yang memiliki komponen :
Wilayah atau sering disebut region adalah unit geografis yg memiliki kriteria, batasan dan individualitas tertentu. Individualitas ini terjadi karena di dalam region ini terjadi interaksi yg kemudian memberi ciri khas kepada region (ruang) itu sendiri.
Oleh karena itu region merupakan suatu unit geografi dari permukaan bumi yang memiliki karakteristik tertentu yang membedakannya dengan wilayah lain. Region memilik ukuran yang bervariasi, mulai dari yang paling luas sampai sangat sempit yang memiliki komponen :
- Biotik. Komponen biotik meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan
- Abiotik. Komponen abiotik meliputi air, tanah, dan udara
- Kultural. Komponen kultural meliputi kebudayaan dan teknologi
Dengan demikian penggolongan wilayah dapat dilakukan dengan mengacu pada keadaan alam dan tingkat kebudayaan
- Keadan Alam. Penggolangan dengan keadaan alam dibedakan lagi berdasarkan iklim, relief dan vegetasi. Misalnya relief : dataran rendah, dataran tinggi, dst
- Tingkat Kultural. Penggolangan dengan tingkat kultural, misalnya : negara maju, pertanian, perkotaan, pedesaan dst.
Konsep wilayah sebagai pendekatan/analisis, dikembangkan dengan mempelajari fenomena geografis dalam konsep interelasi dan interkasi keruangan yang mengacu pada persebaran. Dengan menggunakan pendekatan regional, maka wilayah dibedakan menjadi :
Wilayah Formal/Uniform region
Wilayah Fungsional/Nodal region
C. Klasifikasi Wilayah
Klasifikasi wilayah adalah usaha untuk mengadakan penggolongan wilayah secara sistematis kedalam bagian-bagian tertentu berdasarkan properti tertentu.
Penggolongan yang dimaksud haruslah memperhatikan keseragaman sifat dan semua individu. Semua individu dalam polulasi mendapatkan tempat dalam golongan masing-masing.
Tujuan utama klasifikasi adalah untuk tidak menonjolkan sifat-sifat tertentu dari sejumlah individu, melainkan mencari diferensisasi antar golongan. Cara klasifikasi dapat dikerjakan dengan sifat kualitatif maupun kuantitatif. Klasifikasi dapat bertujuan untuk mengetahui deferensiasi jenis dan deferensiasi tingkat.
Berikut ini beberapa penggolongan atau klasifikasi wilayah tersebut.
a. Core Region,
- Merupakan wilayah geografis yang memiliki keseragaman atau kesamaan berdasarkan kriteria tertentu
- Misalnya ; daerah pedesaan, petanian dst
- Kesamaan ini menjadi sifat/karakteritik wilayah yang membedakan dengan wialyah lain
- Pada awalnya kriteri yang digunakan bersifat alamiah, kemudian berkembang menggunkan kriteria ekonomi, industri, pemukiman.
- Merupakan suatu wilayah yang di dalamnya terdapat banyak hal yang di atur oleh beberapa pusat kegiatan yang satu sama lain saling berhubungan (berkaitan). Misalnya : Kota terdapat berbagai pusat kegiatan ada CBD, Perkantoran, Pasar dan seterusnya yang satu sama lain dihubungan dengan jaringan jalan raya.
- Wilayah fungsional lebih bersifat dinamis dibandingkan dengan wilayah formal.
- Wilayah fungsional memiliki karakteristik lebih menekankan pada aspek penggunaan dan perkembangan wilayah.
Gambar Konsepsi Wilayah
C. Klasifikasi Wilayah
Klasifikasi wilayah adalah usaha untuk mengadakan penggolongan wilayah secara sistematis kedalam bagian-bagian tertentu berdasarkan properti tertentu.
Penggolongan yang dimaksud haruslah memperhatikan keseragaman sifat dan semua individu. Semua individu dalam polulasi mendapatkan tempat dalam golongan masing-masing.
Tujuan utama klasifikasi adalah untuk tidak menonjolkan sifat-sifat tertentu dari sejumlah individu, melainkan mencari diferensisasi antar golongan. Cara klasifikasi dapat dikerjakan dengan sifat kualitatif maupun kuantitatif. Klasifikasi dapat bertujuan untuk mengetahui deferensiasi jenis dan deferensiasi tingkat.
Berikut ini beberapa penggolongan atau klasifikasi wilayah tersebut.
a. Core Region,
yaitu inti wilayah yang biasanya berupa daerah metropolitan yang terdiri atas dua atau lebih kota-kota yang berkelompok.
Contoh: Kota Jakarta.
b. Development Axes (poros pembangunan),
yaitu daerah yang menghubungkan dua atau lebih core region. Biasanya berupa jalur memanjang di koridor transportasi. Contoh: Jalur transportasi yang menghubungkan Kota Yogyakarta, Solo, dan Semarang.
c. Resource Frontier Region,
yaitu suatu wilayah baru yang mulai berkembang dan nantinya akan menjadi daerah yang produktif. Daerah ini biasanya terletak jauh dari core region.
Contoh: daerah transmigrasi, kawasan industri, daerah perkebunan, dan lain sebagainya.
d. Depresed Region atau daerah tertekan,
yaitu suatu daerah yang mengalami penurunan tingkat ekonominya dan daerahnya sulit untuk berkembang. Daerah ini biasanya tertekan secara sosial dan ekonomi, sehingga cenderung menjadi daerah yang tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya.
e. Special Problem Region,
yaitu suatu daerah yang terletak pada lokasi yang khusus dengan karakteristik tertentu.
Contoh: daerah perbatasan, daerah cagar purbakala, perumahan militer, dan lain sebagainya.
D. Pewilayahan Menurut Fenomena Geografis
Di permukaan bumi terjadi berbagai fenomena geografis, dimana fenomena tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa kriteria. Misalnya; Desa Nelayan, desa Industri, desa swasembada, kota udang, kota hujan, hutan bakau, hutan cemara dst.
Proses pengklasifikasian wilayah dalam disiplin ilmu geografi telah berlangsung sangat lama dan dikenal dengan istilah pewilayahan (regionaliasi). Perlu dipahami bahwa bahwa tidak ada batasan luas terhadap region, oleh karena itu penentuan kriteria dan batasan region harus “bermakna” (meaningfull). Iklim, topografi, jenis tanah, kebudayaan, bahasa, suku bangsa, tingkat kesejahteraan penduduk adalah kriteria/karakteristik dari keseragaman pembentuk wilayah. Dengan demikian penentuan suatu wilayah sebagai suatu region, didasarkan adanya kriteria: Kesatuan Bentuk, Kesatuan Ruang, dan Kesatuan Fungsi
Ketiganya mencirikan keseragaman gejala sebagai hasil distribusi, interelasi dan interaksi unsur-unsur geografi di dalamnya.
Definisi Pewilayahan (regionalisasi)
Pewilayahan adalah suatu proses penggolongan wilayah berdasarkan kriteria tertentu. Klasifikasi atau penggolongan wilayah dapat dilakukan secara formal maupun fungsional. Dalam perencanaan pembangunan, pemerintah harus memahami kondisi suatu wilayah karena setiap wilayah memiliki kondisi yang berbeda-beda.
Pewilayahan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya :
Definisi Pewilayahan (regionalisasi)
Pewilayahan adalah suatu proses penggolongan wilayah berdasarkan kriteria tertentu. Klasifikasi atau penggolongan wilayah dapat dilakukan secara formal maupun fungsional. Dalam perencanaan pembangunan, pemerintah harus memahami kondisi suatu wilayah karena setiap wilayah memiliki kondisi yang berbeda-beda.
Pewilayahan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya :
- Natural Region. Berdasarkan ketampakan alami, seperti wilayah pertanian dan kehutanan.
- Single Feature Region. Berdasarkan pada satu ketampakan, seperti wilayah berdasarkan iklim, hewan, atau iklim saja.
- Specefic Region. Dicirikan kondisi grafis yang khas dalam hubungannya dengan letak, adat istiadat, budaya, dan kependudukan secara umum. Misalnya wilayah Asia Tenggara, Eropa Timur, dsb.
- Generic Region. Didasarkan pada ketampakan jenis atau tema tertentu. Misalnya di wilayah hutan hujan tropis yang ditonjolkan hanyalah flora atau fauna tertentu.
- Factor Analysis Region. Berdasarkan metoda statistik-deskriptif atau dengan metoda statistik-analitik. Penentuan wilayah berdasarkan analisis faktor terutama bertujuan untuk hal-hal yang bersifat produktif, seperti penentuan wilayah untuk tanaman jagung dan kentang. Selain itu juga bersifat pencegahan terhadap becana.
E. Pusat Pertumbuhan (growth pole) dan Batas Wilayahnya
Pusat pertumbuhan adalah suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhan pembangunannya sangat pesat jika dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga dapat dijadikan sebagai pusat pembangunan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan wilayah lain di sekitarnya.Suatu wilayah dikatakan sebagai pusat pertumbuhan apabila wilayah tersebut memiliki :
- Perkembangan cepat
- Pertumbuhan cepat
- Pembangunan menonjol
- Kegiatan ekonomi ramai
Oleh karena itu suatu wilayah memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi pusat pertumbuhan di dukung: Kondisi Geografis, Potensi Sumber Daya Alam, Potensi Sumber Daya Manusia, dan Jaringan Transportasi. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, untuk mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan dilakukan berbagai pendekatan yaitu :
1. Potensi Wilayah
Pusat pertumbuhan suatu wilayah dapat didentifikasikan berdasarkan potensi wilayah. Potensi suatu wilayah dapat dilihat dari berbagai sektor fisik maupun sosial budaya yang terdapat di wilayah tersebut. Dalam mengidentifikasi potensi suatu wilayah agar menjadi pusat pertumbuhan dapat dilakukan dengan cara menginventarisir potensi utama yang ada di wilayah tersebut. Misalnya, pulau Bali merupakan wilayah dengan potensi wisata alam dan juga sosial budaya. Pulau Bali dapat berrkembang menjadi pusat pertumbuhan dengan cara memacu pengembangan sektor pariwisata di pulau tersebut. Pada akhirnya pertumbuhan di pulau Bali dapat memacu perkembangan wilayah pulau-pulau lain di sekitarnya terutama pulau-pulau di Nusa Tenggara yang pada awalnya belum berkembang dapat menjadi pulau yang maju secara ekonomi.
2. Teori Tempat Sentral
Teori ini kali pertama dikemukakan oleh tokoh geografi berkebangsaan Jerman, Walter Christaller (1933). Christaller mengadakan studi pola persebaran permukiman, desa, dan kota-kota yang berbeda ukuran serta luasnya. Teori Christaller ini kemudian diperkuat oleh seorang ahli ekonomi berkebangsaan Jerman, August Losch (1945). Christaller mengemukakan Teori Tempat yang Sentral ini didasari oleh keinginannya untuk menjawab tiga pertanyaan yang berhubungan dengan kota atau wilayah, yaitu sebagai berikut.
2) Tempat Sentral yang Berhierarki 4 (K=4)
Untuk dapat menerapkan teori Christaller dalam suatu wilayah, terdapat dua syarat utama yang harus terpenuhi, yaitu sebagai berikut.
3. Teori Kutub pertumbuhan
1. Potensi Wilayah
Pusat pertumbuhan suatu wilayah dapat didentifikasikan berdasarkan potensi wilayah. Potensi suatu wilayah dapat dilihat dari berbagai sektor fisik maupun sosial budaya yang terdapat di wilayah tersebut. Dalam mengidentifikasi potensi suatu wilayah agar menjadi pusat pertumbuhan dapat dilakukan dengan cara menginventarisir potensi utama yang ada di wilayah tersebut. Misalnya, pulau Bali merupakan wilayah dengan potensi wisata alam dan juga sosial budaya. Pulau Bali dapat berrkembang menjadi pusat pertumbuhan dengan cara memacu pengembangan sektor pariwisata di pulau tersebut. Pada akhirnya pertumbuhan di pulau Bali dapat memacu perkembangan wilayah pulau-pulau lain di sekitarnya terutama pulau-pulau di Nusa Tenggara yang pada awalnya belum berkembang dapat menjadi pulau yang maju secara ekonomi.
2. Teori Tempat Sentral
Teori ini kali pertama dikemukakan oleh tokoh geografi berkebangsaan Jerman, Walter Christaller (1933). Christaller mengadakan studi pola persebaran permukiman, desa, dan kota-kota yang berbeda ukuran serta luasnya. Teori Christaller ini kemudian diperkuat oleh seorang ahli ekonomi berkebangsaan Jerman, August Losch (1945). Christaller mengemukakan Teori Tempat yang Sentral ini didasari oleh keinginannya untuk menjawab tiga pertanyaan yang berhubungan dengan kota atau wilayah, yaitu sebagai berikut.
- Apakah yang menentukan banyaknya kota?
- Apakah yang menentukan besarnya kota?
- Apakah yang menentukan persebaran kota?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, Christaller mengemukakan konsep yang disebut jangkauan (range) dan ambang (threshold).
- Range adalah jarak yang harus ditempuh seseorang untuk mendapatkan barang atau pelayanan jasa dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
- Threshold adalah jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan kesinambungan suplai barang.
Pusat pelayanan yang ber-threshold kecil, seperti toko makanan dan minuman tidak memerlukan konsumen terlalu banyak untuk menjual beraneka barang dagangannya karena penduduk senantiasa memer lukan barang-barang konsumsi tersebut setiap hari. Oleh karena itu, lokasinya dapat ditempatkan sampai ke kota-kota atau wilayah kecil. Sebaliknya pusat pelayanan masyarakat yang ber-threshold tinggi seperti pertokoan yang menjual barang-barang mewah, seperti kendaraan bermotor, barang-barang lux, dan perhiasan. Oleh karena barang-barang tersebut relatif lebih sulit terjual maka agar barang-barang tersebut dapat laku dalam jumlah yang cukup banyak perlu dilokasikan di tempat-tempat atau kawasan (wilayah) yang cukup sentral. Lokasinya di kota besar yang jaraknya relatif terjangkau penduduk di wilayah sekitarnya dan juga terpenuhi batas minimal jumlah penduduk untuk menjaga kesinambungan suplai barang.
Dari pemikirannya itu muncullah istilah tempat-tempat yang sentral (central place). Menurut teori Christaller ini, suatu pusat aktivitas yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu lokasi yang sentral, yaitu suatu tempat atau wilayah (kawasan) yang memungkinkan partisipasi manusia dalam jumlah yang maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang dan jasa tersebut.
Selanjutnya dijelaskan bahwa tempat yang sentral merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk heksagonal (segi enam). Wilayah yang terletak di dalam segi enam itu merupakan daerah-daerah yang penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut.
Dalam kenyataan sehari-hari, suatu tempat yang sentral dapat berupa kota-kota besar, rumah sakit, pusat perbelanjaan (pasar), ibu kota provinsi, ibu kota kabupaten, kecamatan, dan sarana pendidikan. Setiap tempat yang sentral tersebut memiliki kekuatan pengaruh untuk menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Sebagai contoh, ibu kota provinsi mampu menarik wilayah-wilayah kabupaten dan kota, sedangkan ibu kota kabupaten mampu menarik wilayah-wilayah kecamatan yang ada di sekelilingnya. Demikian pula ibu kota kecamatan mampu menarik wilayah-wilayah yang lebih kecil. Hal yang sama juga berlaku bagi pusat pelayanan masyarakat lainnya.
Dari pemikirannya itu muncullah istilah tempat-tempat yang sentral (central place). Menurut teori Christaller ini, suatu pusat aktivitas yang senantiasa melayani berbagai kebutuhan penduduk harus terletak pada suatu lokasi yang sentral, yaitu suatu tempat atau wilayah (kawasan) yang memungkinkan partisipasi manusia dalam jumlah yang maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang dan jasa tersebut.
Selanjutnya dijelaskan bahwa tempat yang sentral merupakan suatu titik simpul dari suatu bentuk heksagonal (segi enam). Wilayah yang terletak di dalam segi enam itu merupakan daerah-daerah yang penduduknya mampu terlayani oleh tempat yang sentral tersebut.
Dalam kenyataan sehari-hari, suatu tempat yang sentral dapat berupa kota-kota besar, rumah sakit, pusat perbelanjaan (pasar), ibu kota provinsi, ibu kota kabupaten, kecamatan, dan sarana pendidikan. Setiap tempat yang sentral tersebut memiliki kekuatan pengaruh untuk menarik penduduk yang tinggal di sekitarnya dengan daya jangkau yang berbeda. Sebagai contoh, ibu kota provinsi mampu menarik wilayah-wilayah kabupaten dan kota, sedangkan ibu kota kabupaten mampu menarik wilayah-wilayah kecamatan yang ada di sekelilingnya. Demikian pula ibu kota kecamatan mampu menarik wilayah-wilayah yang lebih kecil. Hal yang sama juga berlaku bagi pusat pelayanan masyarakat lainnya.
Keberadaan setiap tempat yang sentral tersebut memiliki pengaruh yang berbeda sesuai dengan besar-kecilnya suatu wilayah, sehingga terjadilah hierarki atau tingkatan tempat yang sentral. Sebagai contoh, hierarki kota sebagai pusat pelayanan masyarakat meliputi ibu kota negara, provinsi, kabupaten atau kota, kecamatan, dan desa (kelurahan).
Selain berdasarkan besar-kecilnya wilayah atau pusat pelayanan masyarakat, hierarki tempat yang sentral juga dapat didasarkan atas jenis-jenis pusat pelayanan. Hierarki tempat yang sentral dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1) Tempat Sentral yang Berhierarki 3 (K=3)
Tempat sentral yang berhierarki 3 adalah pusat pelayanan berupa pasar yang senantiasa menyediakan barang-barang konsumsi bagi penduduk yang tinggal di daerah sekitarnya. Hierarki 3 sering disebut sebagai kasus pasar optimal yang memiliki pengaruh 1/3 bagian dari wilayah tetangga di sekitarnya yang berbentuk heksagonal, selain memengaruhi wilayahnya itu sendiri.
2) Tempat Sentral yang Berhierarki 4 (K=4)
Tempat sentral yang berhierarki 4 dinamakan situasi lalu lintas yang optimum, artinya di daerah tersebut dan daerah-daerah di sekitarnya yang terpengaruh tempat sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan rute lalu lintas yang paling efisien. Situasi lalu lintas optimum ini memiliki pengaruh ½ bagian dari wilayah-wilayah lain di sekitarnya yang berbentuk segi enam selain memengaruhi wilayah itu sendiri.
3) Tempat Sentral yang Berhierarki 7 (K=7)
Tempat sentral yang berhierarki 7 dinamakan situasi administrative yang optimum. Tempat sentral ini memengaruhi seluruh bagian (satu bagian) wilayah-wilayah tetangganya, selain memengaruhi wilayah itu sendiri. Contoh tempat sentral berhierarki 7 antara lain kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Tempat sentral yang berhierarki 7 dinamakan situasi administrative yang optimum. Tempat sentral ini memengaruhi seluruh bagian (satu bagian) wilayah-wilayah tetangganya, selain memengaruhi wilayah itu sendiri. Contoh tempat sentral berhierarki 7 antara lain kota yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Untuk dapat menerapkan teori Christaller dalam suatu wilayah, terdapat dua syarat utama yang harus terpenuhi, yaitu sebagai berikut.
- Topografi atau bentuk lahan di wilayah tersebut relatif seragam atau homogen sehingga tidak ada bagian-bagian wilayah yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh lainnya yang berhubungan dengan bentuk muka bumi.
- Kehidupan atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen.
3. Teori Kutub pertumbuhan
Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory) sering pula dinamakan sebagai Teori Pusat-Pusat Pertumbuhan (Growth Centres Theory). Teori ini kali pertama dikembangkan oleh Perroux sekitar tahun 1955. Ia melakukan pengamatan terhadap proses-proses pembangunan. Menurut Perroux, pada kenyataannya proses pembangunan di mana pun adanya bukanlah merupakan suatu proses yang terjadi secara serentak, tetapi muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan intensitas yang berbeda satu sama lain. Tempat-tempat atau kawasan yang menjadi pusat pembangunan ini disebut sebagai pusat atau kutub pertumbuhan. Dari wilayah kutub pertumbuhan ini, proses pembangunan akan menyebar ke wilayah-wilayah lain di sekitarnya. Dengan kata lain, kutub pertumbuhan dapat memberikan imbas (trickling down effect) bagi wilayah atau daerah di sekitarnya.
4. Teori Polarisasi Ekonomi
Gunnar Myrdal dan Aschman dalam Nurhadi mengemukakan sebuah teori, bahwa setiap daerah memiliki pusat pertumbuhan yang dijadikan sebagai daya tarik bagi tenaga buruh di daerah pinggiran. Teori ini disebut dengan teori polarisasi ekonomi. Selain menjadi daya tarik para tenaga terampil, modal, dan barang-barang dagangan yang dapat menunjang pertumbuhan suatu lokasi. Dari waktu ke waktu, wilayah tersebut akan terbentuk pertumbuhan yang semakin pesat atau disebut juga dengan polarisasi pertumbuhan ekonomi. Teori ini menggunakan konsep pusat-pinggiran (core periphery).
Namun, dalam konsep ini merugikan daerah pinggiran. Hal ini perlu diatasi melalui cara seperti membatasi migrasi, mencegah keluarnya modal dari daerah pinggiran, dan melakukan pembangunan di daerah pinggiran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.